Semalam aku nonton film Sang Pencerah. Ini nonton yang kedua kali, pertama kali nonton sekitar satu tahun yang lalu aktu ke Jogja untuk ikut tes kerja di salah satu BUMN.
Aku mencoba memberikan sedikit review pada film yang mengangkat semangat mutikultualisme ini meski aku nggak terlalu ingat nama - nama pelakunya gara - gara nontonnya disambi masak.
Ahmad Dahlan yang diperankan oleh Lukman Sardi terlahir dari keluarga kyai yang masih memegang erat adat kejawen. Dahlan muda (maaf lupa namanya) merasa risi dengan beberapa adat kejawen yang tidak masuk akal. Salah satunya adanya memberikan sesajen dan pemujaan kepada pohon besar yang dianggap ada penunggunya. Dahlan dengan nakalnya sering mencuri sesajen - sesajen yang diletakkan penduduk di tempat - tempat yang dianggap berpenunggu tadi. Dia membagi - bagikan makanan dalam sesajen kepada penduduk yang tidak mampu. Logis banget menurutku, daripada ngasih makan pohon atau batu, mendingan ngasih makan yang nggak mampu, kan banyak tuh pahalanya :D
Menginjak remaja, Dahlan pergi naik haji sekaligus memperdalam agama di tanah suci. Sepulangnya dari haji, Dahlan mulai mendakwahkan ilmunya yang kebanyakan justru bertentangan dengan yang selama ini diyakini dan dijalani masyarakat setempat. Salah satunya adalah keyakinan bahwa kiblat (arah sholat) yang sebenarnya adalah miring dua puluh tiga derajat dari arah barat. Alasannya adalah letak kota Makkah, kota di mana Ka'bah sebagai acuan kiblat umat muslim di seluruh dunia berada, tidak tepat di barat Indonesia, melainkan "melenceng" ke arah barat laut.
Keyakinan ini menimbulkan pertentangan di kalangan masyarakat, terlebih di kalangan para kyai dan pihak keraton yang merasa lebih dulu ada dan ngerti agama dibandingkan Dahlan. Bahkan, karena perbedaan pendapat ini Langgar Kidul, musholla keluarga Dahlan yang dijadikan pusat dakwahnya, dirubuhkan oleh warga yang kontra. Betapa sempit pemikiran mereka. Masjid dan musholla kan rumah Allah, kok berani sekali membakar. Di dalam suatu hadist yang aku lupa bunyinya disebutkan bahwa dilarang membunuh musuh atau penjahat apabila dia masuk masjid/musholla karena rumah Allah adalah sebagai perlindungan terakhir. Lha ini malah dibakar, lak yo lebih mayak sih?? :p
Ironis banget ya, banya orang mau menang sendiri. Merasa paling hebat dan paling pintar, nggak mau menghargai pendapat orang lain. Sama sekali nggak punya semangat multikulturalisme. Merasa malu karena kewibawaan Masjid Gede (Masjid Agung punya keraton) dianggap hilang karena jumlah jemaahnya turun setelah banyak jemaahnya yang berpindah ke Langgar Kidul.
keyakinan pada arah kiblat yang tidak lurus ke barat |
Mendapati langgarnya rata dengan tanaha, Dahlan sempat menyerah dalam berdakwah. Ia memutuskan untuk keluar Jogja. Namun dilarang oleh kedua kakaknya. Awalnya dia kukuh, tapi lama - lama luluh setelah akkak perempuannya berkata yang kira - kira seperti ini bunyinya "pemimpin yang baik tidak akan meninggalkan anaknya begitu saja, apalagi jamaahnya".
Salah satu ajaran yang ditanamkan kepada santrinya adalah kewajiban untuk berbagi. Itulah sebabnya Dahlan sering mengulang pelajaran tafsir surat Al Mukminun (CMIIW) karena di sana tercantum perintah untuk mengeluarkan zakat dan sodaqoh.
berbagi pada yang tidak mampu. |
Hal lain yang aku suka adalah ajaran untuk tidak mewajibkan digelarnya selamatan pada acara pernikahan dan kematian. Dahlan tidak melarang, dia hanya mengingatkan untuk tidak memaksakan untuk mengadakan selamatan jika keadaan tidak memungkinkan. Aku sependapat dengannya, tapi kalau ada yang melalukan ya biarkan saja, anggap saja datang ke acara selamatan adalah salah satu cara mendapat pahala, karena dalam selamatan orang akan membaca doa dan berdzikir. Dan bagi si penyelenggara akan mendapatkan pahala karena berbagi pada sesama. Asal jangan ditambahi keyakinan takahyul lho ya.
Dalam salah satu sekuelnya diceritakan perjuangan Dahlan membuka Sekolah Madrasah Ibtidaiyah selain mengajar di sekolah milik pemerintah Belanda. Cara mengajar yang digunakan tidak monoton, melainkan atraktif dengan menggunakan musik (memainkan biola) dan analogi - analogi yang mudah dimengerti. Yang diajarkanpun tidak melulu agama, tapi juga Bahasa Inggris dan Geografi. Alhasil, anak - anak penjajah banyak yang ikut belajar di sekolah Dahlan. Perjalanan dakwahnya mulai membuahkan hasil yang signifikan.
mengajar lewat musik |
- Kita boleh punya prinsip, tapi jangan sampai fanatik. Karena fanatik itu ciri orang yang bodoh.
- Karena kebanyakan orang - orang lebih mementingkan kewibawannya tanpa pernah mempertanyakan untuk apa sebenranya kewibawaan yang dia punya.
Comments