Ini buku karangan Alberthiene Endah pertama yang aku baca. Buku ini bercerita tentang seorang gadis bernama Arimbi, putri tunggal pasangan pengusaha Ruslan Suwito dan Marini Ruslan. Seperti cerita kebanyakan, terlahir dan dibesarkan dari keluarga berada ternyata tak membuat Arimbi menemukan kebahagiaan karena limpahan materi dari kedua orangtuanya ternyata berbanding terbalik dengan kasih sayang yang dia terima. Kedua orangtuanya selalu berangkat pagi dan pulang malam saat Arimbi sudah tidur. Praktis mereka tak punya banyak waktu untuk bercengkerama. Mereka hanya bertemu saat sarapan pagi, namun tak pernah banyak bicara. Sehari - harinya, Arimbi justru lebih banyak bergaul dengan para asisten rumah tangga dari pada dengan orangtuanya. Unfortunately, dari merekalah Arimbi mendengar cerita buruk tentang orangtuanya yaitu tentang pertengkaran dan perselingkuhan masing - masing orangtuanya. Mendengar cerita tersebut, kekecewaan Arimbi terhadap kedua orangtuanya bertambah. Keadaan tersebut membuat Arimbi mengalami frustasi dan mencari pelarian sebagai pelampiasan. Dari sinilah dia mulai berkenalan dengan narkoba yang dia dapatkan dari Rajib seorang pengedar yang menjadi supplier bagi teman - teman sekolahnya yang juga pemakai.
Meski awalnya sempat ragu untuk mencoba, toh akhirnya rasa penasaran dan desakan kegelisahan membuat Arimbi resmi jadi pecandu. Dia pun menjadi langganan Rajib. Dari Rajib, Arimbi berkenalan dengan komunitas pecandu lainnya. Arimbi merasa nyaman dengan teman - teman barunya karena merasa punya teman senasib sepenanggungan. Salah satu temannya adalah Vela yang kemudian menjadi pasangan lesbiannya.
Melihat perubahan berat badan, penampilan dan raibnya barang - barang berharga yang diberikan, membuat sang mama berang. Akhirnya sang mama menyidak kamar Arimbi dan menginterogasinya. Mendapati anak tunggalnya menjadi pecandu narkoba, maka diputuskanlah untuk mengirim Arimbi ke salah satu pusat rehabilitasi mahal di Bandung. Arimbi memang berhasil berhenti memakai narkoba, tapi secara kejiwaan dia masih mengalami guncangan. Bahkan Arimbi berkali - kali sempat mencoba bunuh diri. Pada dokter, psikiater dan seorang wartawan Arimbi pernah menumpahkan apa yang menjadi uneg - unegnya. Arimbi menolak mentah - mentah paradigma bahwa narkobalah yang bersalah atas keadaan yang saat ini menimpanya. Menurutnya narkoba hanyalah sarana. Yang sebenarnya bersalah adalah kondisi yang menyebabkan dia memakai narkoba yaitu ketidakharmonisan dalam keluarganya. Arimbi mengusulkan untuk membuatkan panti rehabilitasi khusus orangtua yang anak - anaknya terjerat narkoba, menurutnya percuma saja kalau anaknya yang direhab tapi orangtuanya tidak. Karena ketika sang anak keluar dari narkoba dan kembali kepada keluarganya tapi ternyata keluarga atau orangtuanya masih "rusak", sang anak akan dengan mudah kembali kepada narkoba, bahkan terjerembab semakin dalam.
Aku setuju dengan ide Arimbi tersebut. Great idea. Karena kalau yang diberantas hanya pucuknya (baca: anak) tanpa pernah sampai ke akarnya (baca: orangtua) juga hama - hamanya (baca: pengedar), maka masalah narkoba ini tak akan pernah bisa dibasmi secara tuntas. Alur cerita dan bahasa ringan sehingga buku ini bisa dengan mudah dituntaskan. Aku menamatkannya dalam sekali baca. Recommended untuk membuka wawasan Anda soal narkoba, penyebab, peredaran dan akibatnya.
Comments