Skip to main content

Cerita dari Jogja (Part 1)

Rabu - Sabtu ini aku berada di Jogja untuk mengikuti pelatihan Internasional Office yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti, Kemdiknas. Aku berangkat dari Surabaya dengan pesawat jam 07.35 dan landed di Bandara Adi Sucipto Jogja jam 08.35. Begitu masuk ke ruangan bandara, aku disambut musik khas Jogja yaitu gamelan lengkap dengan sindennya.

gamelan corner @ Adi Sucipto Airport




Di Dari bandara ke hotel aku naik taksi. Hotel tempatku menginap jaraknya sekitar 5 KM (info dari website di hotel). Perjalanannya sendiri sekitar lima belas menit. Kalau pengen lebih murah, Anda bisa naik Transjogja, semacam busway, shelter-nya ada di depan bandara kok. Tapi berhubung bawaanku banyak, bawa koper ukuran sedang, jadi aku prefer naik taksi saja.

hotel tempat aku menginap.
Bagus sebenarnya, cuma sayang kamarku nggak ada jendelanya.
Jadi, nggak bisa melihat matahari.
Siang malam suasananya sama, berasa hidup di gua :)

Berhubung aku nyampai hotel kepagian and there's no room available for early check in, aku memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan jalan - jalan. Setelah menitipkan koper di hotel, aku dan Astria memulai jalan - jalan kami, tujuannya adalah Malioboro. Berbekal informasi dari petugas hotel, kami pergi ke sana naik Transjogja. Salah satu hal yang aku sukai dari Jogja adalah keberadaan Transjogja yang menurutku is sooo helpful for foreigner like me. Rute perjalanan yang banyak dan jelas membuatku nggak takut bakal nyasar. Petugasnya pun ramah - ramah, biasanya mereka lebih senang kalau diajak speak in Javanese. 

Aku menuju shelter Gedung Wanita yang letaknya nggak jauh dari hotel, keluar, belok kanan dan jalan kira - kira seratus meter. Untuk menuju Malioboro naik bus nomer 1A, cukup naik satu kali, nggak pakai transit dengan waktu tempuh kira - kira sepuluh menit. Harga tiketnya hanya Rp. 3.000,-. Betapa menyenangkan bisa keliling Jogja dengan ongkos yang semurah itu.

@ Shelter Gedung Wanita of Transjogja, waiting for the bus to Malioboro
Transjogja ini busnya nggak terlalu besar, ukuran menengah, yang sepertinya ukurannya sama dengan Flash, bus kampus yang aku naiki setiap hari. Bus ini menyediakan tarif berlangganan untuk mereka yang frekuensi menggunakan jasanya tinggi. Jatuhnya lebih murah bila dibandingkan dengan tiket yang dibeli terpisah.

inside of Transjogja
Aku nyampai di Malioboro jam sembilan lebih, turun di Shelter Malioboro 1. Aku menyusur jalanan Malioboro yang cukup lumayan dari segi jarak maupun untuk membakar kalori. Di sana aku beli oleh - oleh buat teman - teman kantor, aksesoris (gelang dan kalung), sandal kulit dan batik (rok dan baju tidur). Kalau Anda suka dan bisa menawar, Anda bisa belanja di pedagang yang berjualan di emperan toko yang ada di sepanjang jalan Malioboro. Tapi kalau Anda tidak termasuk dalam kategori mahir dalam tawar menawar, aku sarankan untuk belanja di Mirota. Di toko ini dijual beraneka barang khas Jogja, mulai dari batik (kain maupun pakaian), tas, sandal, topi, aksesoris, kerajinan (dari berbagai bahan seperti perak dan kayu), kosmetik dan obat tradional, serta masih banyak yang lainnya. It's such kindda one stop shopping. Soal harga jangan khawatir, termasuk dalam kategori standar dan terjangkau.

Di ujung jalan Malioboro yang lain, yang lebih dikenal dengan Malioboro 3, ada benteng Vredeburg peninggalan Belanda dan Taman Pintar. Saat ini ada perhelatan Pasar Seni, cuma aku nggak tahu sampai kapan. Selain itu Anda juga akan disuguhi pemandangan deretan bangunan - bangunan tua peninggalan Belanda, antara lain gedung Kantor Pos, BI, BNI. Tidak jauh dari tempat ini ada Keraton Jogja, Taman Sari, alun - alun dan Masjid Agung Jogja. Anda bisa kesana dengan jalan kaki atau naik becak.

Kantor Pos Besar Jogja
Setelah puas jalan - jalan, kaki mulai capek dan jam sudah menunjukkan angka dua belas, aku kembali ke hotel dengan Transjogja lagi. Kali ini pakai transit dulu. Dari shelter Malioboro 3, aku naik bis nomer 1A, lalu transit di shelter SGM untuk ganti bis nomer 4A. Aku sempat ngrasa aneh dengan nama shelter terakhir, setelah nanya kepada petugas, ternyata penamaan itu dikarenakan shelter-nya terletak di depan pabrik susu SGM yaitu PT. Sari Husada.

@ shelter Malioboro 3, otw back to hotel from Malioboro
Perjalananku belum berakhir di sini, masih ada cerita tentang kunjungan ke Universitas Gadjah Mada, biar nggak kepanjangan, aku ceritakan di postingan berikutnya ya...

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan