Kemarin, sahabat saya, yang juga pacar sahabat pacar menelpon saya. Dia bilang berantem hebat dengan pacarnya itu. Sang pacar minta waktu sebulan untuk tidak ketemu dan komunikasi dengannya. Dia juga cerita tentang kekerasan yang dilakukan pacarnya belakangan. Suka ngomong kasar dan tentu saja berlaku kasar. Mulai dari mukul sampai nendang. Hmm... saya agak - agak kaget, setengah nggak percaya dengan ceritanya. Pasalnya, saya dulu sempat "jalan" sama dia, tapi dia tak pernah berlaku seperti itu. Selain itu, menurut ceritanya, akhir - akhir ini cowoknya mulai ngerendahin dia.
Sebenarnya ini bukan yang pertama saya mendengar keluh kesahnya tentang perlakuan sang pacar. Dan saya sudah berkali - kali menyarankan untuk mereview hubungannya. Layak diterusin atau nggak, kalau setiap hari dicaci maki, diperlakukan kasar, dan dibikin sakit hati. Tapi dia tetap keukeh mempertahankan hubungannya. Dia bilang terlanjur cinta, tak bisa hidup tanpanya. Saya kadang nggak habis pikir ngapain juga dia mempertahankan sesuatu yang bikin kita sengsara? Okey, dia cinta dengan kekasihnya, tapi harusnya dia juga pakai logika dunk. Jangan main perasaan melulu. Kalau cuma main hati, yang ada ya sakit hati. Dan alasannya yang kedua menurut saya lebay banget. Nggak mungkinlah dia nggak bisa hidup tanpa dia. Toh hidupnya tidak ditentukan pacarnya. Yang ada, susah bila tak ada dia. Lhoh, kok jadi koreksi bahasa gini ya?? :)
Dia nanya ke saya, apa yang akan saya lakukan kalau saya berada di posisinya. Dan jawaban saya adalah PUTUS. Kenapa??? For me, it's a BIG NO to have a boy friend who is rude or having an affair while he's still in relationship with me. Cinta itu harusnya membahagiakan, bukan menyengsarakan. Saya menjalin hubungan untuk mencari kasaih sayang, dukungan dan kebahagian. Bukan kesengsaraan dan penderitaan. Dan sekali lagi dia mengungkapkan alasan dia nggak bisa mutusin pacarnya.
Saya: "Udahlah, cowok kaya gitu nggak layak kamu pertahanin. Putusin aja deh"
Dia: "Nggak bisa Na"
Saya: "Kenapa?"
Dia: "Aku nggak bisa hidup tanpa dia Na, dia udah jadi bagian hidupku"
Saya: "Aku ngerti alasanmu, tapi apa iya kamu mau tersiksa kayak gini terus? Sampai kapan? Apa kamu nggak sayang ma dirimu sendiri?"
Dia: "Habisnya mo gimana lagi?"
Saya: "Putus aja deh"
Dia: "Aku bisa aja mutusin dia, tapi..."
Saya: "Tapi kenapa? Alasan klise itu lagi? Duh, mikir dikit pakai otak knapa? Kalau kamu nggak ngambil sikap, ya selama itu pula kamu akan teraniaya"
Dia: "I know that, tapi masalahnya aku udah terlanjur ngasih semua yang aku punya"
Saya: "maksudnya?"
Dia: "Aku udah nggak perawan lagi Na, aku udah pernah ML ma dia. Aku..."
Detik berikutnya, suara yang terdengar adalah tangisannya yang membahana. Saya shock, antara percaya dan nggak. Saya sedih mendengar kejadian yang menimpa saya. But in another hand, I was so thanks to Allah. Karena dulu tidak membuat hubungan saya dengan cowok itu berlanjut. Meski saat itu, saya merasa berat dan sakit banget untuk melepasnya. Saya bersyukur karena Allah masih sayang sama saya, Allah masih menjaga saya. So I'm still "perfect" woman now. Saya bersyukur saya "selamat" dari "kejahatan" itu. Bersyukur karena kejadian itu tidak menimpa saya. Saya tak bisa membayangkan kalau itu terjadi sama saya. Saya cuma bisa bergidik ngeri... Naudzubillah min dzalik :)
Sebenarnya ini bukan yang pertama saya mendengar keluh kesahnya tentang perlakuan sang pacar. Dan saya sudah berkali - kali menyarankan untuk mereview hubungannya. Layak diterusin atau nggak, kalau setiap hari dicaci maki, diperlakukan kasar, dan dibikin sakit hati. Tapi dia tetap keukeh mempertahankan hubungannya. Dia bilang terlanjur cinta, tak bisa hidup tanpanya. Saya kadang nggak habis pikir ngapain juga dia mempertahankan sesuatu yang bikin kita sengsara? Okey, dia cinta dengan kekasihnya, tapi harusnya dia juga pakai logika dunk. Jangan main perasaan melulu. Kalau cuma main hati, yang ada ya sakit hati. Dan alasannya yang kedua menurut saya lebay banget. Nggak mungkinlah dia nggak bisa hidup tanpa dia. Toh hidupnya tidak ditentukan pacarnya. Yang ada, susah bila tak ada dia. Lhoh, kok jadi koreksi bahasa gini ya?? :)
Dia nanya ke saya, apa yang akan saya lakukan kalau saya berada di posisinya. Dan jawaban saya adalah PUTUS. Kenapa??? For me, it's a BIG NO to have a boy friend who is rude or having an affair while he's still in relationship with me. Cinta itu harusnya membahagiakan, bukan menyengsarakan. Saya menjalin hubungan untuk mencari kasaih sayang, dukungan dan kebahagian. Bukan kesengsaraan dan penderitaan. Dan sekali lagi dia mengungkapkan alasan dia nggak bisa mutusin pacarnya.
Saya: "Udahlah, cowok kaya gitu nggak layak kamu pertahanin. Putusin aja deh"
Dia: "Nggak bisa Na"
Saya: "Kenapa?"
Dia: "Aku nggak bisa hidup tanpa dia Na, dia udah jadi bagian hidupku"
Saya: "Aku ngerti alasanmu, tapi apa iya kamu mau tersiksa kayak gini terus? Sampai kapan? Apa kamu nggak sayang ma dirimu sendiri?"
Dia: "Habisnya mo gimana lagi?"
Saya: "Putus aja deh"
Dia: "Aku bisa aja mutusin dia, tapi..."
Saya: "Tapi kenapa? Alasan klise itu lagi? Duh, mikir dikit pakai otak knapa? Kalau kamu nggak ngambil sikap, ya selama itu pula kamu akan teraniaya"
Dia: "I know that, tapi masalahnya aku udah terlanjur ngasih semua yang aku punya"
Saya: "maksudnya?"
Dia: "Aku udah nggak perawan lagi Na, aku udah pernah ML ma dia. Aku..."
Detik berikutnya, suara yang terdengar adalah tangisannya yang membahana. Saya shock, antara percaya dan nggak. Saya sedih mendengar kejadian yang menimpa saya. But in another hand, I was so thanks to Allah. Karena dulu tidak membuat hubungan saya dengan cowok itu berlanjut. Meski saat itu, saya merasa berat dan sakit banget untuk melepasnya. Saya bersyukur karena Allah masih sayang sama saya, Allah masih menjaga saya. So I'm still "perfect" woman now. Saya bersyukur saya "selamat" dari "kejahatan" itu. Bersyukur karena kejadian itu tidak menimpa saya. Saya tak bisa membayangkan kalau itu terjadi sama saya. Saya cuma bisa bergidik ngeri... Naudzubillah min dzalik :)
Comments