Sejatinya seluruh proses hidup kita adalah kegiatan "memasak". Memasak berarti meramu, memilih dan memilah bagian mana atau sisi mana yang baik dan dapat digunakan. Untuk kemudian disatukan dan diproses hingga menjadi masakan lezat yang lebih bermanfaat, lebih bisa dinikmati, lebih punya cita rasa.
Begitu pula kita, yang dalam hidup ini belajar banyak hal. Baik yang kita peroleh di bangku sekolah maupun yang kita dapat dari emlihat, mendengar dan merenungkan keindahan dan kesempurnaan penciptaan Allah. Juga dari kejadian yang kita alami sendiri maupun pengalaman orang lain. Kita juga dikarunia segala kelebihan dibanding makhluk lain, dibekali beberapa kekuranagn yang sejatinya adalah kelebihan. Semuanya itu kita pilah dan pilih, sisi mana yang baik, sisi mana yang kita teladan dan sisi mana yang seharusnya kita buang ke kotak sampah.
Sehingga potongan - potongan buah kisah kita, sayur - sayuran kejadian dan bumbu - bumbu ilmu pengetahuan kita tidak akan kita diamkan begitu saja, untuk kemudian membusuk dimakan belatung dosa yang kian hari kian banyak. Atau bahkan semua habis tak tersisa, tanpa manfaat sedikitpun. Semestinya kita cepat menggoreng dalam oven hati kita dan kompor otak. Agar semuanya menjadi satu dan bukan satu - satu. Menjadi masakan yang nikmat untuk segera kita nikmati dan jadi bekal menjalani hidup.
Namun yang sering terjadi pada kita adalah seluruh kejadian lewat tanpa kesan. Seluruh ilmu hanya menumpuk dan makin menumpuk, hingga tercampur antara yang sudah expired dan yang masih bisa dipakai. Kita belum mampu memilah pengalaman hidup dan ilmu mana yang seharusnya kita pakai sebagai modal menjalani hidup, yang kian hari kian bias antara haq dan bathil. Kita belum mampu menggali segala potensi diri dan menyadari segala kekurangan diri. Hingga tak jarang, kita sering salah memakai ramuan ilmu untuk menyikapi setiap kejadian.
Memasak juga tak sekedar measukkan bahan dan bumbu. Ada aturan yang mesti dipenuhi, ada resep yang harus dijadikan pedoman. Dila masakan kita tidaks esuai degan ukuran bumbu dan bahannya, tentu saja tidak akan menjadi amsakan yang layak disantap, baik oleh kita maupun orang lain.
Dalam hidup kita jelas sudah, Al Quran dan sunnah rasul adalah pedoman. Sebuah resep yang disajikan Allah untuk menjadi sebuah masakan hidup yang lebih baik. Kedua resep itu merupakan rujukan pertama (resep babon) dan utama bagi hidup manusia, untuk memasaka segala bekal hidup. Di dalamnya sudah tertata rapi resep - resep istimewa pilihan Allah dan Rasul-Nya. Tinggal kita yang bersedia atau tidak memakai resep ini.
Proses memasak dalam diri, jiwa, akal dan hati itu, sejatinya adalah sebuah proses penyiapan diri agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Pertanyaanya, sudahkah kita memasak segala potensi diri. Mengolah segala akrunia kelebihan dan kekurangan agar bisa menjadi manusia terbaik di sisi Allah. Siap dinikmati oleh sesama dengan kelezatan prima. Mari kita belajar memasak bersama, dengan banyak - banyak mengenal dan mengembangkan resep dan mempraktekkannya, agar bisa menjadi ahli memasak terbaik dan dapat menyajikan masakan yang lezat untuk dinikmati.
Begitu pula kita, yang dalam hidup ini belajar banyak hal. Baik yang kita peroleh di bangku sekolah maupun yang kita dapat dari emlihat, mendengar dan merenungkan keindahan dan kesempurnaan penciptaan Allah. Juga dari kejadian yang kita alami sendiri maupun pengalaman orang lain. Kita juga dikarunia segala kelebihan dibanding makhluk lain, dibekali beberapa kekuranagn yang sejatinya adalah kelebihan. Semuanya itu kita pilah dan pilih, sisi mana yang baik, sisi mana yang kita teladan dan sisi mana yang seharusnya kita buang ke kotak sampah.
Sehingga potongan - potongan buah kisah kita, sayur - sayuran kejadian dan bumbu - bumbu ilmu pengetahuan kita tidak akan kita diamkan begitu saja, untuk kemudian membusuk dimakan belatung dosa yang kian hari kian banyak. Atau bahkan semua habis tak tersisa, tanpa manfaat sedikitpun. Semestinya kita cepat menggoreng dalam oven hati kita dan kompor otak. Agar semuanya menjadi satu dan bukan satu - satu. Menjadi masakan yang nikmat untuk segera kita nikmati dan jadi bekal menjalani hidup.
Namun yang sering terjadi pada kita adalah seluruh kejadian lewat tanpa kesan. Seluruh ilmu hanya menumpuk dan makin menumpuk, hingga tercampur antara yang sudah expired dan yang masih bisa dipakai. Kita belum mampu memilah pengalaman hidup dan ilmu mana yang seharusnya kita pakai sebagai modal menjalani hidup, yang kian hari kian bias antara haq dan bathil. Kita belum mampu menggali segala potensi diri dan menyadari segala kekurangan diri. Hingga tak jarang, kita sering salah memakai ramuan ilmu untuk menyikapi setiap kejadian.
Memasak juga tak sekedar measukkan bahan dan bumbu. Ada aturan yang mesti dipenuhi, ada resep yang harus dijadikan pedoman. Dila masakan kita tidaks esuai degan ukuran bumbu dan bahannya, tentu saja tidak akan menjadi amsakan yang layak disantap, baik oleh kita maupun orang lain.
Dalam hidup kita jelas sudah, Al Quran dan sunnah rasul adalah pedoman. Sebuah resep yang disajikan Allah untuk menjadi sebuah masakan hidup yang lebih baik. Kedua resep itu merupakan rujukan pertama (resep babon) dan utama bagi hidup manusia, untuk memasaka segala bekal hidup. Di dalamnya sudah tertata rapi resep - resep istimewa pilihan Allah dan Rasul-Nya. Tinggal kita yang bersedia atau tidak memakai resep ini.
Proses memasak dalam diri, jiwa, akal dan hati itu, sejatinya adalah sebuah proses penyiapan diri agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Pertanyaanya, sudahkah kita memasak segala potensi diri. Mengolah segala akrunia kelebihan dan kekurangan agar bisa menjadi manusia terbaik di sisi Allah. Siap dinikmati oleh sesama dengan kelezatan prima. Mari kita belajar memasak bersama, dengan banyak - banyak mengenal dan mengembangkan resep dan mempraktekkannya, agar bisa menjadi ahli memasak terbaik dan dapat menyajikan masakan yang lezat untuk dinikmati.
Comments