gambar diambil dari Google |
Pulang kampung seharusnya menjadi moment yang menyenangkan, berkumpul dengan keluarga dan orang-orang tercinta. Tapi, nyatanya mudik tahun ini justru memperdalam luka. Aku pulang ke kampung halaman dengan pemandangan yang menyedihkan, dipaksa menerima kenyataan bahwa Laras, kekasihku, dijodohan dengan pria pilihan orangtuanya yang konon lebih tampan dan tentu saja mapan.
Aku tahu masalah keuangan tak bisa disepelekan dalam pernikahan. Orang emang nggak akan hidup kalau cuma cinta yang diandalkan. Cinta nggak bisa buat belanja bulanan kan? Aku emang bukan orang dari keluarga berada yang punya duit berceceran di mana - mana, tapi setidaknya aku sudah berusaha semampuku untuk membuktikan keseriusanku pada orangtuanya, bahwa aku mau dan bisa bekerja keras untuk menafkahi anaknya kelak. Tapi toh, apa yang saat ini aku dapatkan tak jua membuat mereka percaya bahwa anaknya tidak akan kekurangan ketika menikah denganku nanti.
Upaya lobiku dan lobi Laras untuk meyakinkan orangtuanya tak mempan. Lalu kami sepakat untuk menyerah pada keadaan. Mengucapkan selamat tinggal pada cinta, mimpi dan harapan yang telah kami bangun bertahun yang lalu. Aku dan Laras percaya bahwa restu orangtua adalah salah satu kunci kebahagiaan pernikahan. Maka kawin lari tak pernah jadi pilihan kami.
Kalau bukan karena tiket sudah di tangan dan tahun depan aku berlebaran di negeri orang, tentulah rencana mudik tahun ini sudah aku urungkan. Biarlah aku dibilang pengecut yang melarikan diri dari kenyataan ketimbang pura-pura baik-baik saja di depan banyak orang sementara suasana hati nggak karuan.
Keluarga menghiburku kalau jodoh ada di tangan Tuhan, jadi aku nggak perlu larut dalam kesedihan. Sumpah rasanya pengen aku tonjok kalau ada yang ngomong demikian, pada nggak tahu apa kalau menyembuhkan patah hati nggak semudah membalikkan telapak tangan.
Ada SMS masuk, dari Laras. Aku menahan nafas. Sejujurnya aku tak ingin lagi berhubungan dengannya, bukan karena cinta sudah berubah menjadi benci. Tapi aku tahu setiap kali komunikasi itu terjadi, kami berdua semakin tersakiti, paling tidak untuk saat ini.
I tried to going on like I never knew you
I am awake but my word is half asleep
I pray for this heart to be unbroken
But without you all I am going to be is incomplete *
Aku mengehela nafas panjang, nafasku terasa berat. Seberat perjuanganku untuk move on darinya. Aku sudah tak tahu harus berkata apa lagi untuk menenangkannya dan menenangkanku. Aku memejamkan mata, mencoba sekuat tenaga untuk tidur, siapa tahu ketika besok aku terbangun, ada keajaiban, lukanya hilang.
*Incomplete - Back Street Boys
Agustus 2013
*Incomplete - Back Street Boys
Agustus 2013
Comments