Weekend kemarin salah satu sahabat saya lamaran. Senang rasanya bisa menemaninya melewatkan salah satu hari yang akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya. Acaranya seperti acara lamaran pada umumnya, yaitu: pihak cowok menyampaikan maksud dan kemudian pihak cewek memberi jawaban. Dan setelah dikasih jawaban, acara selesai. Di acara kemarin nggak ada slot buat menentukan hari pernikahan, karena dari kedua belah pihak belum mempunyai gambaran, masih mau dihitung katanya. Dan untuk perhitungan situ sendiri agak, malah bisa dibilang sangat, ribet sepertinya. Perhitungannya sendiri didasarkan banyak pertimbangan seperti tanggal lahir, weton, wuku, hari meninggalnya anggota keluarga dan bla bla bla. Hal ini, konon, dimaksudkan untuk kelancaran acara plus kebahagian, kesejahteraan dan kesehetan mereka setelah menikah nantinya. Makanya nggak nemu - nemu klo caranya gini, pikirku. Kalau pas dicurhatin aku suka becandain temenku itu "sini, aku cariin aja biar cepet", hehehe. Gemes soalnya..
Sahabat saya yang lain juga mengalami hal yang sama. Setelah dilakukan proses perhitungan yang rumit dan panjang akhirnya menghasilkan kesimpulan dia hanya bisa menikah di hari Rabu atau Kamis. Itu pun dengan syarat salah satu calon mempelai harus mengganti weton, karena weton yang sama diyakini membawa bencana. Jadilah calon mempelai pria mengganti weton yang ditandai dengan brokohan (selamatan dengan membuat tumpeng). Lucu juga sebenarnya, karena meskipun weton sudah diganti tapi tidak bisa merubah fakta yang ada, bahwa dia terlahir dengan weton lama. Menurutku ini adalah salah satu kebohongan publik, upaya menipu kepercayaan dan tradisi leluhur.
Hmm, inilah sedikit cerita yang aneh, lucu, menggemaskan tapi nyata. Sebuah budaya yang belum tentu ada di luar Indonesia. Anyway, semoga kalau saya menikah nanti tidak akan mengalami proses yang rumit seperti ini, semoga saja.
Comments