Skip to main content

Hallo Banyuwangi

foto diambil dari sini
Postingan pertama di bulan Desember diawali oleh cerita perjalanan dinas ke Banyuwangi. Perjalanan yang sepertinya menjadi perjalanan dinas terakhir tahun ini. Surabaya - Banyuwangi ditempuh selama lima puluh menit dengan pesawat udara. Pesawat yang kami tumpangi sempat ditunda keberangkatannya karena alasan cuaca. Sebagai kompensasi karena keterlambatan tersebut, pihak maskapai menyiapkan makan siang untuk para penumpang. Garuda Indonesia menunjukkan profesionalitasnya sebagai maskapai berkelas dunia. Great!

compliment lunch for Garuda Indonesia due to delayed flight
Etapi ya, nunggu lama di bandara itu identik dengan jajan. Kali ini aku memilih Carl's Junior. Hari itu lagi ada promo, buy 1 get 1 free. Mana di sini tidak perlu antri, tidak seperti gerai barunya yang di Kertajaya.


Siang itu hujan lebat mengantarkan rombongan kami mengudara. Saking derasnya hujan yang turun dan pendeknya jarang pandang, pesawat yang sudah bersiap di runaway pun tertahan sementara. Penerbangan kami tidak mulus, pesawat beberapa kali gagal mencapai titik jelajah sehingga terasa seperti naik roller caster. Sungguh pengalaman pertama yang mendebarkan.

Sampai Banyuwangi, hujan sedang turun dengan lebat. Karena pesawat yang kami tumpangi adalah jenis pesawat kecil yang tidak mungkin dipasangi belalai gajah, maka untuk mencapai terminal kami harus jalan kaki. Meskipun sudah memakai payung, sebagian pakaian tetap basah karena terpaan angin kencang. Bandara Blimbingsari adalah bandara kecil. Bentuknya mirip sekolahan dengan lapangan bola di belakangnya. Ada dua bangunan utama, satu terminal VIP dan satu terminal regular.
Kalau sudah begini, beneran kerasa kalau kami pergi ke remote area.

di depan Bandara Blimbingsari (BWX)
Tujuan pertama dan yang utama tentu saja ke Program Di Luar Domisi (PDD) Unair, atau lebih dikenal dengan Kampus Unair Banyuwangi. Mulai tahun ini, Unair membuka empat jurusan di sana, yaitu: Akuntansi, Kesehatan Masyarakat, Kedokteran Hewan dan Perikanan dan Kelautan. Lokasi Kampus ini satu kompleks dengan SMA Negeri 1 Giri. Setelah berkeliling kampus, kami makan siang. Aneka masakan khas Banyuwangi tertata di meja. Aku memilih untuk mencicipi Rujak Soto. Etapi ya, Rujak Soto ini menurutku lebih mirip Pecel ketimbang Rujak, karena bumbu yang terasa cuma bumbu kacang, tak ada petis di atasnya. Bumbu kacang ketemu kuah soto daging membuat rasa makanan ini jadi unik.

di halaman Kampus Unair Banyuwangi
Kami menginap di Ijen Ressort & Villa, letaknya sudah masuk di kaki Gunung Ijen. Bus tidak bisa menjangkau area tsb, jadi kami harus berganti kendaraan, pakai jeep. Perjalanan dari what-so-called-jeep-terminal ke penginapan memakan waktu setengah jam. Jalanan yang kami lalui tidak selamanya beraspal mulus, ada jalan makadaman, berbatu dan licin juga. Kanan kirinya sawah, beberapa bagian perumahan dan jurang. Sudah mirip dengan jejak petualang :)

my room

view around my room
Sesuai namanya, kamar-kamar di sini dibagi dalam beberapa blok terpisah. Sekelilingnya pemandangannya gunung dan pepohonan menghijau. Udara saat itu bersahabat, sejuknya pas sepanjang hari. Di kamar tidak ada AC, tapi aku nggak kegerahan.

selfie with Astria :)
Hari kedua, kami mampir ke pusat oleh-oleh dan makan Nasi Tempong. Makanan khas ini semacam penyetan dengan lalapan dan sambel yang pedas. agenda petualangan kami adalah ke Pulau Merah. Perjalanan memakan waktu dua jam, karena jarak hotel ke pantai memang jauh. Berasa destination nowhere deh saking jauhnya. Sadly, begitu sampai sana perasaan nggak nyaman muncul karena banyak sampah laut di pantai. Mayoritas adalah ranting pohon, tapi ada juga botol bekas minuman. Hiks, pantaiku sayang, pantaiku malang. Sebenarnya pantai ini lumayan juga lho kalau bersih karena punya kelebihan: hamparan pasir putih, ombak yang tidak terlalu besar dan pesisir pantai yang panjang.


deburan ombak
sampah mengotori pantai
petugas sedang membersihkan sampah
di bawah langit Banyuwangi :)
Sepulang dari Pulau Merah, karena sudah capek, nafsu makan malamku menghilang. Setelah mengganjal perut dengan pisang bakar dan chicken barbeque, menu yang sebenarnya nggak nyambung tapi paling bisa diterima oleh perutku saat itu, aku masuk kamar lalu tidur. Tepar jeh, hehehe.

Paginya, sebelum pulang, kami jalan-jalan di sekitar Villa. Foto-foto lalu makan Kelapa Muda yang baru dipetik dari pohon. Rasanya seger.


shot before going home
Ternyata pulangnya pesawat kami juga delay lagi. Bedanya kalau delay di sini bisa mati gaya, karena ruang tunggunya sempit, hanya dilengkapi dengan standing fan, nggak ada tempat njanjan, dan kursinya sedikit. Walhasil kalau sudah capek ya ngglesot aja di lantai, daripada kaki kram coba.

suasana waiting room
Overall, perjalananku menyenangkan. It's always interesting to visit new place. Setelah terlambat sekitar satu jam, pesawat yang membawaku pulang akhirnya mengudara. Selamat tinggal Banyuwangi, sampai kita berjumpa lagi.

Comments

Vinyl Lantai said…
Banyuwangi bagus juga pemandangannya, tapi sayang sekali pantainya banyak sampah

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan