Skip to main content

Korean Cuisine

Beberapa hari yang lalu, aku akhirnya hang out ke mall bareng temen kantor, Astria. Niatnya sih mau berburu diskonan di The Executive. Tapi ternyata barangnya udah tinggal dikit dan jelek - jelek. Akhirnya kami memutuskan untuk wisata kuliner. Berhubung si Astria ini lagi kena Korean Attack, kami pun makan di restoran Korea, Kimchi-Go. Sebenarnya beberapa waktu yang lalu aku dan suami udah mau nyoba masakan Korea, tapi selalu ketunda dengan banyak alasan.

Pesananku adalah Chili Chicken Bulbogi Rice + (free) Kimchi dan Korean Tea. Chicken Bulbogi ini rasanya dan modelnya mirip Chicken Teriyaki, tapi ada irisan wortel dan taburan wijen di atasnya. Kalau Kimchi ini semacam asinan kalau di Indonesia. Terbuat dari sawi putih yang dimasak dengan saus yang rasanya asam dan aneh. Berbeda denagn Chicken Bulbogi yang masih dengan mudah diterima di lidahku, Kimchi ini rasanya sungguh aneh dan asing. Makanya setelah ngicip dan nggak enak, langsung aku abaikan. Korean Tea ini rasanya aneh, tapi masih enak. Seger karena tidak terlalu manis. Warnanya putih kehijauan, mungkin dari green tea, ada campuran rasa biji-bijian. Aku sih ngrasanya ada beras/ketan yang dicampurkan. Hehehe.

Chilli Chicken Bulbogi Rice

Sedangkan Astria pesan Bi Bim Bap dan Korean Tea. Bi Bim Bap adalah Korean Mixed Rice yang berisi tauge, bayam, wortel, zucchini, jamur Shitake dan telor mata sapi. Cara makannya adalah mencampur saus Gochujang ke dalam makanan, lalu mengaduknya sampai warna merahnya merata. Dari hasil googling, Gochujang adalah bumbu cabe khas Korea yang terbuat dari hasil fermentasi bahan utamanya yaitu cabai dan beras ketan.  
Bi Bim Bap
Selain itu, aku juga pesen Hae Mul Oa Jeon (Seafood Pancake) buat take away, oleh - oleh buat ayahnya Bintang. Sayang nggak sempat kefoto. Rasanya hambar dan geje menurutku. Ada sausnya sih, cuma kalau dimakan sama saus jadinya malah aneh.

Oiya, soal harga, standar kok. Antara 25-35 ribu rupiah per porsi. And as conclusion, masakan Korea tidak cocok untuk lidahku. Males nyobain lagi kecuali Korean Tea-nya. Menurutku masih enakan masakan China atau Jepang :) 

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Penjual Nasi

Aku kagum pada seorang ibu penjual nasi Selalu semangat mengais rejeki Meski umurnya sudah tidak muda lagi Setiap hari dia selalu bangun pagi - pagi Demi hidangan secepatnya tersaji Karena kalau kesiangan sedikit, pembeli sudah pergi Catatan dari pengamatan di sebuah pasar

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk...