Skip to main content

Becoming A Housewife


Nggak terasa, udah seminggu menjadi ibu rumah tangga since I was back to Surabaya after the wedding party. Tentu saja status baruku ini mempunyai banyak cerita. Kalau dulunya hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga dalam lingkup yang kecil untuk diriku sendiri, sekarang mulai mengerjakan pekerjaan dalam lingkup yang lebih besar. Tidak hanya untuk diriku sendiri, tapi juga untuk suami. Kalau dulu yang dibereskan hanya sepetak kamar berukuran 3 x 3,5 m, sekarang harus membereskan rumah dua lantai dengan empat kamar. Berhubung kerjaan meningkat, pastinya tenaga yang diperlukan pun jadi berlipat. Tapi nggak semuanya aku kerjain sendiri. Aku berbagi sama suami. 

Untuk urusan nyapu lantai, suami yang menyapu. Untuk urusan belanja bulanan, kami belanja bareng. Kalau belanja bahan makanan untuk masak harian macam sayur dan lauk pauk, aku yang in charge. Kebetulan rumah deket sama pasar tradisional, tinggal jalan ke perempatan dekat gang sebelah, sudah sampai. Barang dagangannya lumayan lengkap. Soal harga aku belum tahu, aku ikut harga pasar aja, karena aku baru kali ini belanja rutin seperti sekarang :) Aku menjadwalkan ke pasar seminggu dua kali, pertimbangannya sayuran nggak bisa tahan lama. Kalau ikan, daging dan ayam masih bisa dibekukan. Untuk urusan masak, aku yang jadi peran utama, suami biasanya bantu potong - potong sayur atau ngupas bawang. Dia juga berbaik hati membantuku mencuci piring dan peralatan masak yang kotor. How lucky I am to have a great and kind husband like him :)

Untuk urusan mencuci nggak ada masalah. Bisa ke handle berkat bantuan mesin cuci, matic pula. Cinta banget aku sama ni barang. Jemurnya ada ruangan penjemuran dengan genteng kaca sebagai atapnya, jadi nggak perlu khawatir kalau musim hujan tiba. Tapi, yang jadi masalah adalah menyeterikanya. Setiap kali melihat tumpukan cucian kering, aku rasanya tak sanggup menyeterikanya. Lebih tepatnya ngeri membayangkan berapa banyak waktu yang akan aku habiskan untuk menyetrika. Dulu aja, pas masih single, aku menerapkan sistem nyicil biar nggak kebanyakan karena aku dari kecil terbiasa semua pakaian di seterika, baik untuk kerja, pergi keluar rumah atau cuma santai di rumah. Nah, kalau ditambah pakain suami bisa telerlah aku. Tapi... Aku sudah menemukan solusinya. Thank God. Aku memanfaatkan jasa laundry untuk menyeterikan pakaian kami. Kebetulan ada laundry deket rumah, tarifnya juga terjangkau yaitu dua ribu per kilo. Setiap minggunya pakaianku beratnya berkisar 8-10 kg. Artinya dengan membayar seratus ribu (hasil kalkulasi selama satu bulan), pakaianku langsung rapi jali dan kemudian nengkri di lemari tanpa bercapek - capek ria. Mungkin terlihat malas ya, tapi aku punya pertimbangan yaitu nggak capek dan nggak makan waktu. Daripada berkutat berjam - jam dengan seterikaan saat weekend tiba, kan mending beristirahat, jalan - jalan atau memanjakan diri kan? Biar masih bisa bermesraan dengan suami juga :D

Sementara ini dulu ya, ntar aku lanjut di posting lain, biar nggak kepanjangan.. Jempol empat buat ibu rumah tangga di seluruh dunia :D

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan