Skip to main content

Pesona Papua, dari Pantai Hingga Perbatasan

Sejak pertama kali mendaratkan kaki di sini, aku langsung jatuh cinta. Alamnya begitu mempesona. Keindahannya terpampang nyata. Danau, gunung, pantai, hutan, berjejer dengan cantiknya. Sungguh memanjakan mata, menangkan hati. Papua sebenarnya merupakan daerah yang kaya, karena menyimpan tembaga dan emas terbesar di dunia. Tapi masyarakat Papua masih banyak yang masuk golongan prasejahtera. Beberapa sebab yang terlihat nyata adalah faktor geografis dan faktor demografis. 

Hari kedua di tanah Papua, pulau terbesar nomor dua di dunia setelah Greend Land, agenda kami adalah jalan-jalan. Yuhuu, my trip my adventure. 

Melintas Perbatasan Antar Negara
Daerah Perbatasan terletak di Desa Skouw, Distrik (Kecamatan) Muara Tami. Jaraknya sekitar 70 KM dari pusat kota Jayapura. Perjalanan menuju ke sana ditempuh selama 1,5 jam. Kami mencarter mobil di Om Yusuf lagi dengan biaya sewa tujuh ratus lima puluh ribu sehari. Meskipun ke perbatasan, jalan yang kami lalui sudah bagus, sebagus di kota. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan alam yang cantik, tanah Papua memang mempesona.





Untuk melintas Pos Lintas Batas Negara (PBLN) tidak perlu paspor. Anda cukup menunjukkan KTP yang masih berlaku di pos penjagaan negara asal.



PBLN Skouw ini sedang direnovasi, beberapa bangunan masih belum difungsikan. Rencananya akan dioperasikan bus Damri antar negara.



PBLN adalah sebidang tanah tanah kosong dengan pagar di kedua sisinya, satu sisi milik Indonesia dan satu sisi milik PNG. Pengunjung boleh bepergian sampai radius sekitar 1 km.







Setelah melewati pos penjagaan di PNG, aku menemukan semacam terminal di mana penduduk PNG menunggu shuttle untuk kembali pulang ke daerahnya. Mereka biasanya berbelanja aneka kebutuhan seperti bahan makanan dan peralatan rumah tangga.



Di sekitar terminal terdapat beberapa ibu-ibu berjualan sovenir seperti kaos, topi, mug, payung dan gantungan kunci. Aku membeli mug dan gantungan kunci untuk kenang-kenangan. Selama berkeliling di PBLN, tidak diperkenankan untuk menggunakan kamera DSLR. Kami kena tegur petugas imigrasi waktu itu.

Kami bertemu dengan Christ, salah satu tentara PNG yang bertugas. Dia menunjukkan satu spot untuk menikmati alam Papua. Kami harus turun beberapa meter ke bawah, di sana ada sebidang tanah dan rumah. Untuk menikmati pemandangan kami dikenakan iuran sepuluh ribu rupiah. Masyaallah pemandangan di depan kami sangat cantik, gunung yang hijau dan laut yang biru.



Pantai Holtekam
Pantai Holtekam terletak di Desa Koya Utara, sekitar 30 KM dari Jayapura. Kami mampir ke sini sekembali dari Perbatasan. Suasana pantai siang itu sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang berwisata. Penyebabnya adalah saat itu hari kerja.




Pantai Hamadi
Pantai kedua yang kami datangi hari itu adalah Pantai Hamadi. Untuk pertama kalinya aku melihat pantai yang dipenuhi oleh pohon pinus, bukan pohon kelapa. Di sini juga sepi seperti di Pantai Holtekam, bedanya di sini fasilitasnya sudah lebih lengkap. Ada saung untuk duduk menikmati pemandangan dan toilet umum yang karcisnya seharga sepuluh ribu rupiah. Wow.

Baik Pantai Holtekam maupun Pantai Hamadi berombak tenang karena berada di teluk. Keduanya relatif aman untuk mandi dan berenang, namun tetap waspada ya jika ombak tiba-tiba membesar. Waktu itu sih aku cuma main-main di pinggir pantai saja, membiarkan kakiku diterpa ombak sambil menikmati semilir angin.




Pasar Hamadi
Setelah dari Pantai Hamadi, kami ke pasar sentral Hamadi. Sayang waktu itu sudah sore, sudah menjelang tutup. Yang tersisa hanyalah para penjual sayur mayur. Di sekitar pasar banyak toko yang menjual sovenir khas Papua, misalnya koteka, noken, patung dan hiasan dinding dsb. Aku membeli gantungan kunci saja.





Hill of Jayapura City
Dari atas bukit ini kami bisa melihat pemandangan kota Jayapura yang berada di bawah (lembah) dan dikelilingi oleh gunung dan pantai. Di bukit ini terdapat beberapa pemancar stasiun televisi. Senang rasanya berlama-lama di sini. Di atas bukit ini ada tulisan besar "Jayapura City" yang menyala di malam hari, lampu ini terlihat dari kota.




Setelah dari Hill of Jayapura City, kami mampir makan malam di PTC (Papua Trade Center). Menu kami malam itu menu Manado, ikan bubara bakar, cumi woku dan tumis bunga pepaya. Nikmat sekali rasanya, apalagi memang kami sudah lapar, hehehe.




Perjalanan hari ini sungguh mengesankan, alhamdulillah. Kami kembali ke hotel dengan penuh rasa syukur dan bahagia.


Bersambung.....

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan