Skip to main content

Yang Tersembunyi Di Balik Nama Besar

Kemarin dapat undangan dinner dari klien. Acaranya bertempat di salah satu restoran seafood ternama di Jalan Manyar Kertoarjo Surabaya. Ni resto termasuk salah satu resto yang happening, selalu rame dan punya kesan hi-class alias mahal. Aku sendiri belum pernah makan di sana. Tempatnya oke kok, terdiri dari dua lantai. Di lantai atas ada teras yang dimanfaatkan untuk ruang makan, jadi bisa menikmati semilir udara luar. Cuma lahan parkirnya nggak luas, jadi agak susah kalau mau parkir, meski ada fasilitas valet parking tapi kendaraan Anda akan diparkir di pinggir jalan, yang ujung - ujungnya memakan bahu jalan dan mengganggu kelancaran lalu lintas.

Begitu masuk, aku udah merasakan ada yang nggak nyaman, yaitu sapaan dari waitress-nya yang nggak ramah. "Ada yang bisa dibantu?", tanyanya asal - asalan. Entah apa alasannya, kalau mau suudzon kayaknya dia nganggep dandananku tidak cukup meyakinkan untuk bisa bayar makanan di situ. Tatapannya juga nggak terlalu bersahabat, meski aku sudah menjawab aku datang sebagai tamu dari si klien. Dia cuma menjawab singkat "di atas".Aku pun naik ke atas, say hai sama klien, ngisi buku tamu and then duduk manis di kursi yang telah di sediakan. Aku cuma semeja berdua, sama Nadia, temen kantorku.

Reviewku tentang interior ruangan aku kasih nilai delapan. Ada wallpaper, lukisan, hiasan dinding (botol-botol yang ditata di rak), partisi dan jendela kaca yang lebar berpadu sempurna. Setelah hampir sejam nengkri, dan undangan udah mulai ramai, acarapun dimulai. Kalau untuk acara sih nggak ada masalah, cuma menyayangkan salah satu tokoh utama dalam acara tersebut datang telat.

Well, ini aku punya beberapa catatan tentang pelayanan di resto tersebut:
  1. Pelayan nggak ramah, as I explained in the beginning.
  2. Kurang koordinasi antara SPV dan waitress, masak ya mereka eyel - eyelan soal penyajian makanan dan piring kotor di depan tamu.
  3. Di mejaku nggak ada piring kertas buat cemilan, pas aku minta waitress-nya bilang "nggak ada". Masak iya dia nggak punya stok lagi, atau setidaknya ngasih solusi atas ketidaknyamanan ini.
  4. Aku pesen minuman yang I assumed it as a dessert, pesen dari jam setengah delapan tapi sampai jam setengah sembilan belum juga datang. Ditanyain berkali - kali jawabannya suruh nunggu. Bahkan sampai acara kelarpun tuh minuman nggak kunjung nongol. Yawda, aku tinggal aja, orang akunya juga nggak bayar :p
Ternyata, secara keseluruhan pelayanan di resto ini nggak sebagus yang aku bayangkan. Ternyata nama besar pun bukan jaminan kalau pelayanannya juga bakal prima :(

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan