Skip to main content

Ketika Uang "Diperdagangkan"


Semua orang tahu, uang adalah alat tukar, alat pembayaran. Tapi apa jadinya bila uang yang merupakan salah satu faktor penting dalam perdagangan apa justru "diperdagangkan"??

Kalau Anda melewati daerah Tugu Pahlawan Surabaya, Anda akan menemui banyak orang yang menawarkan uang baru. Sebutlah Jalan Bubutan, Jalan Pahlawan, Jalan Indrapura dan Jalan Veteran, di sanalah pusat "perdagangan uang" itu berada. Di sana, berbagai uang baru ditawarkan, antara lain pecahan 1.000, 2.000, 5.000, dan 10.000. Yang paling laris adalah pecahan 2000. Salah satu faktornya adalah pecahan tersebut baru saja diluncurkan oleh pihak Bank Indonesia.

Penukaran uang baru tersebut tak bersifat cuma - cuma. Masyarakat yang menukarkan uang, dikenakan sejumlah nominal tertentu sebagai ganti jasa. Itulah sebabnya, saya menyebutnya "perdagangan" uang. Nilainya pun berbeda - beda untuk setiap pecahannya. Untuk pecahan 1.000, ditawarkan Rp 125.000 - Rp 130.000/bendel. Untuk pecahan 2.000, ditawarkan Rp 230.000 - Rp 240.000/bendel. Sedangkan untuk pecahan 5.000 ditawarkan Rp 550.000 - Rp 575.000/bendel. Satu bendel sendiri terdiri dari seratus lembar uang. Kalau Anda pintar menawar, Anda akan mendapatkan "harga" yang murah. Tapi untuk uang pecahan 2.000, Anda sepertinya akan kesulitan. Hal tersebut dikarenakan pecahan tersebut adalah pecahan yang paling banyak diminati saat ini. Selain pecahannya tidak terlalu besar, pecahan tersebut juga masih tergolong baru. Tak mengherankan bila animo masyarakat untuk memilikinya masih besar.

"Perdagangan" uang ini hanya mucul saat bulan puasa datang, hingga menjelang lebaran. Karena pada saat - saat seperti itulah, kebutuhan masyarakat terhadap uang baru meningkat pesat. Anda pasti sudah mahfum dengan kebiasaan memberikan uang baru sebagai salam tempel kepada sanak saudara, biasanya keponakan yang masih kecil, pada saat lebaran. Maka tak mengherankan bila muncul praktik "perdagangan" uang seperti ini. Sebenarnya Anda bisa menggunakan jasa bank untuk penukaran uang, tanpa dipungut biaya. Tapi masalahnya, jam penukaran uang biasanya dibatasi. Salah satu bank yang saya temui, hanya membuka konter penukaran jam 8.00-10.00, selebihnya tidak dilayani. Selain itu, untuk mendapatkannya, Anda harus mengantri, yang tak jarang berujung gigit jari.

Praktek "perdagangan" ini bisa dikategorikan sebagai percaloan. Calo sendiri sudah populer dan membudidaya di masyarakat kita. Susah untuk dihilangkan, karena keberadaan mereka tak lepas dari kebutuhan yang bermunculan dari masyarakat kita sendiri. Saya setuju dengan tag line salah satu program berita di RCTI, ini hanya terjadi di sini, hanya di Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan