Nowadays, makin banyak ibu-ibu yang sadar soal pentingnya ASI. Nggak heran banyak ibu-ibu yang "heboh" demi suksesnya program ngASI tersebut. Misalnya cari DSOG, DSA dan RS yang pro ASI. Tujuannya biar bisa IMD dan rooming in.
But... beberapa di antaranya, gagal menjalankan program tersebut karena nggak jadi lahiran di RS sayang ibu dan bayi (RSSIB). Kenapa aku bilang "nggak jadi" instead of "nggak nemu"? Karena dari beberapa kejadian yang aku tahu langsung, mereka sebenarnya nemu tapi mengurungkan niat untuk lahiran di RSSIB karena berbagai alasan. Salah satunya, adalah biaya. Most of them, memilih RS yang di-cover sama asuransi perusahaannya atau suaminya. Wajarlah, sapa yang nggak suka sama yang namanya gratisan? Hehehe.
Well, the choice is on their hands. Mereka pasti udah tahu plus minusnya lah ya. Termasuk kalau ternyata program ASInya gagal gegara RS-nya bukan RSSIB. Menurutku, agak silly juga kalau setelah lahiran ngamuk karena nggak bisa IMD, nggak bisa rooming in, atau anaknya dikasih sufor tanpa persetujuan. Lha wong keputusannya mereka sendiri yang buat kok. Jadi mereka juga punya andil dalam kejadian ini donk. Semuanya berawal dari mereka, kalau mereka nggak milih lahiran di RS tersebut, kejadiannya nggak bakal kayak gini. So, stop blaming others, you should blame yourself first.
Emang sih, di Indonesia raya tercinta ini, faskes dan nakes yang pro ASI masih sedikit. Tapi kan masih ada pro ASI. So, sukses ASI bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan. Cumaaaa, memang butuh pengorbanan ekstra. Seperti bayar dulu tagihan RSnya untuk kemudian di-reimburst ke asuransi, which is usually takes time dan berarti kita harus nyiapin duit cash ato kartu kredit buat bayarin dulu. Kasus kayak gini emang sering ditemui. In my humble opinion, kalau mau yang terbaik ya harus mau berkorban. Jangan maunya yang serba gratisan. Orang anak kita sendiri kok pake perhitungan yang segitunya? Mengutip kalimat Farahdiab Tenrilemba, Sekjen AIMI, "Semua diawali di tempat saat ibu melahirkan", so I recommend that hospital should be your priority.
Kalau aku gimana? Aku memang rewel dan bawel soal RS tempat lahiran Bintang. Makanya aku sengaja survey dulu sebelum lahiran. Setelah survey ke sana ke mari, pilihan kami, jatuh di RSIA Kendangsari. Alasannya paling mendekati kriteria RSBB (kenapa mendekati? i will talk about this on next post), DSOG praktek di sana serta jarak yang nggak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Karena RS ini termasuk baru, jadi belum masuk dalam list provider asuransi kantor suami. Untuk kasus RS di luar provider, sistemnya reimburst. Karena dari awal udah tahu harus reimburst, aku dan suami malah santai milih RS manapun yang kami mau, toh kan juga diganti, hihi. Tagihan RS-ku pas ditotal melebihi limit yang ditetapkan asuransi kantor suami and it's okay. Kami berusaha memahami bahwa membayar kelahiran bayi kami adalah tanggung jawab kami sebagai orangtuanya, jadi asuransi dari kantor kami anggap rezeki meskipun sebenarnya memang hak kami. Dan hasilnya, alhamdulillah bisa IMD, rooming-in, no sufor, ASI lancar dan aman sampai sekarang.
Oiya, informasi lebih lanjut tentang rumah sakit sayang ibu dan bayi bisa dilihat di artikelnya AIMI berikut ini.
Comments