Skip to main content

Haru Biru

Seumur - umur baru mengalami satu momen yang menurutku paling mengharu biru. Sungkeman kepada kedua orang tua dalam rangkaian pernikahan. 

1. Siraman
Pamitan karena besoknya mau dinikahkan, segera "lepas" dari keluarga. Trus berlanjut ke pamitan pada keluarga. Air mata tumpah ruah di mana - mana, bahagia bercampur sedih dan haru. Bahkan bapak nggak nangisnya nggak berhenti - berhenti.

2. Sungkeman
Habis akad nikah dan panggih. Meski kemarinnya udah nangis berjamaah tapi tetap aja nangis lagi.

Dua peristiwa itu terjadi bulan Juli lalu saat aku menikah. Dan sekarang aku baru saja mengalami satu momen yang juga mengharu biru. Boleh dibilang diurutan kedua. Adalah saat melepas kedua mertua berangkat haji. Sekitar seminggu terakhir sebelum keberangkatan, rumah tak pernah sepi dari tamu (tetangga dan kerabat) yang berkunjung demi mengucap kata selamat jalan dan mendoakan semoga lancar selama di sana plus kembali ke tanah air tanpa kurang satu apapun.

Mertuaku berangkat ke asrama haji di Surabaya Rabu dini hari jam 00.00, kumpul dulu di alun - alun buat dilepas sama Bupati dan pejabat dari pemda. Keesokan harinya, Kamis jam 03.00, baru terbang ke tanah suci. Nah, Selasa sore semua keluarga besar, baik dari pihak Bapak maupun Ibu, pada ngumpul di rumah. Tua, muda, dan anak - anak berkumpul jadi satu. Begadang sampai jam keberangkatan. Suasana akrab dan kekeluargaan sangat terasa. Dan suasana haru muncul ketika jarum jam menunjuk angka 11 malam. Bapak sama Ibu menyalami mereka satu persatu, pamitan. Air mata pun keluar tak tertahankan. Setelah menyalami semuanya, tibalah waktu buat berangkat. Bapak Ibu menuju mobil, siap diantar ke alun - alun, semua melambaikan tangan. Aku yang melihat dari dalam mobil, merinding rasanya. Dalam hati berkata, begini ya rasanya dilepas buat berangkat haji. Senang dan haru bisa memenuhi panggilan Illahi tapi sedih karena ada kemungkinan tidak akan kembali karena Allah bisa sewaktu - waktu "memanggil" ketika di tanah suci nanti.

Sampai di alun - alun ternyata pengantarnya udah banyak banget. Aku nggak ikut masuk si karena pengantar yang boleh masuk ke pendopo dibatasi, satu pendamping untuk satu calon jemaah haji (CJH). Tapi aku bisa membayangkan keharuan di sana ketika CJH naik ke bus, dan pengantar say good bye dari balik jendela bus.

Anyway, selamat jalan Bapak dan Ibu. Semoga diberikan kesehatan dan kemudahan oleh Allah selama di sana. Jadi haji dan hajjah yang mabrur. Selamat dan sehat sampai ke rumah lagi. Doakan kami segera menyusul in a few years later, amin... :)


Love,
Ratna Wahyu

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan