Bulan ini, tepatnya tanggal 10, aku ikutan tes penerimaan CPNSD. Berhubung formasi untuk jurusanku nggak ada, aku ikut di kota tetangga. Segera setelah nyampe di Ngawi, aku dianterin ke tempat tes di SMP Muhammadiyah 5. Malemnya, aku blajar soal itungan, aku ngrasa otakku perlu diasah lebih sering untuk soal macam ini karena, jujur aja, selama kuliah jarang dipake ngitung. Aku juga nge-refresh soal2 pengetahuan umum, tata negara dan sejarah. Materi zaman sekolah ini sudah banyak yang nguap dari otak, hehhee...
Paginya, setelah sarapan, aku berangkat. Di tempat tes, aku jumpai orang2 dengan berbagai gaya. Mulai gaya dandan sampai gaya ngomong. Orang2 sibuk belajar, tapi aku malah asyik potong kuku. Nggak tau kenapa setiap kali udah di tempat tes, aku selalu menghindari acara belajar. Aku lebih milih untuk mengamati lingkungan. Aku mikir, aku kesini buat tes, bukan untuk belajar. Belajar kan udah aku lakuin di rumah, sejak jauh2 hari.
Jam 7.30 peserta masuk ruangan. tak lama kemudian soal dibagikan. Sebelum mengerjakan, peserta diberi kesempatan ngecek soal yang dibagikan, njagani klo ada halaman yang kosong atau ada cetakan yang nggak jelas. PAs ngecek itulah, aku sempet termehek-mehek dengan kenyataan yang ada. Bahwa soal yang diberikan hanya 100, terdiri dari pengetahuan umum, skolastik dan kepribadian. TEs ini sama sekali nggak ada soal bahasa indonesia (selain pemahaman wacana), nggak ada tes bahasa inggris apalagi soal kompetensi bidang, sama sekali nggak ada.
Aku jadi heran, tes macam apakah ini? Tes ini menurutku nggak valid untuk menyeleksi ribuan pendaftar. Tesnya cuma sekali, cuma tes tulis dasar dengan soal ala kadarnya, yang menurutku sama sekali nggak bisa dijadikan tolak ukur untuk dinyatakan kompeten atau nggak. Gimana penyeleksi bisa tahu seorang dokter bisa nyembuhin pasien atau nggak, gimana akuntan bisa ngerjain laporan keuangan dengan tes picisan kayak gini? Hal apakah yang bisa menunjukkan kompetensi di bidangnya? Sama sekali nggak ada. Kalau caranya seperti ini, gimana nasib daerah ke depannya? Apakah harsu digantungkan pada mereka yang absurd ini?
Tes ini beda banget sama tes yang di Jateng. Tesnya sudah lumayan lebih valid. ADa beberapa tahapan, tulis (pengetahuan umum), psikotes, interview dan tes ketrampilan khusus.
Menurutku, tes ini lebih mirip dengan transaksi beli kucing dalam karung. Sebenarnya lebih baik penyeleksi menggunakan jasa paranormal saja untuk memilih kandidat mana yang paling tepat untuk mengisi posisi yang lowong. Toh sama saja. Ironis memang. Tapi inilah realitanya.
Paginya, setelah sarapan, aku berangkat. Di tempat tes, aku jumpai orang2 dengan berbagai gaya. Mulai gaya dandan sampai gaya ngomong. Orang2 sibuk belajar, tapi aku malah asyik potong kuku. Nggak tau kenapa setiap kali udah di tempat tes, aku selalu menghindari acara belajar. Aku lebih milih untuk mengamati lingkungan. Aku mikir, aku kesini buat tes, bukan untuk belajar. Belajar kan udah aku lakuin di rumah, sejak jauh2 hari.
Jam 7.30 peserta masuk ruangan. tak lama kemudian soal dibagikan. Sebelum mengerjakan, peserta diberi kesempatan ngecek soal yang dibagikan, njagani klo ada halaman yang kosong atau ada cetakan yang nggak jelas. PAs ngecek itulah, aku sempet termehek-mehek dengan kenyataan yang ada. Bahwa soal yang diberikan hanya 100, terdiri dari pengetahuan umum, skolastik dan kepribadian. TEs ini sama sekali nggak ada soal bahasa indonesia (selain pemahaman wacana), nggak ada tes bahasa inggris apalagi soal kompetensi bidang, sama sekali nggak ada.
Aku jadi heran, tes macam apakah ini? Tes ini menurutku nggak valid untuk menyeleksi ribuan pendaftar. Tesnya cuma sekali, cuma tes tulis dasar dengan soal ala kadarnya, yang menurutku sama sekali nggak bisa dijadikan tolak ukur untuk dinyatakan kompeten atau nggak. Gimana penyeleksi bisa tahu seorang dokter bisa nyembuhin pasien atau nggak, gimana akuntan bisa ngerjain laporan keuangan dengan tes picisan kayak gini? Hal apakah yang bisa menunjukkan kompetensi di bidangnya? Sama sekali nggak ada. Kalau caranya seperti ini, gimana nasib daerah ke depannya? Apakah harsu digantungkan pada mereka yang absurd ini?
Tes ini beda banget sama tes yang di Jateng. Tesnya sudah lumayan lebih valid. ADa beberapa tahapan, tulis (pengetahuan umum), psikotes, interview dan tes ketrampilan khusus.
Menurutku, tes ini lebih mirip dengan transaksi beli kucing dalam karung. Sebenarnya lebih baik penyeleksi menggunakan jasa paranormal saja untuk memilih kandidat mana yang paling tepat untuk mengisi posisi yang lowong. Toh sama saja. Ironis memang. Tapi inilah realitanya.
Comments