Aku pernah membaca di satu artikel bahwa sesungguhnya Safar (bepergian) adalah ujian bagi manusia, karena pada saat safar dia akan terganggu kenyamanannya seperti makan, minum, tidur, beribadah.
Tiga hari berada di Bali baru menyadari kalau itu benar adanya. Muslim adalah minoritas di pulau ini, praktis tak semudah di Surabaya untuk urusan menemukan masjid. Pameran di lapangan adalah tantangan tersendiri, fasilitas umum terbatas seperti toilet dan mushola.
Pihak panitia menyediakan mushola, sepetak tenda berkarpet dilengkapi satu kipas angin. Di depannya ada tempat wudhu berupa sederet kran air yang bawahnya diberi alas kayu, dari tampilannya terlihat bahwa ini hanya temporer. Sederhana.
Sempat mbatin "kok gini ya?". Tapi, aku rasanya malu sendiri. Wong ketika di tempat sholatnya lebih layak, saat adzan berkumandang aku masih sering menunda sholat, kenapa baru mengeluh ketika menemukan ini? Ah, aku manusia yang kurang bersyukur. Ini jelas masih mending daripada tanpa tenda, apa jadinya sholat ketika matahari bersinar terik? Nggak bisa membayangkan. Menjadi minoritas sejatinya adalah tempat bersabar, belajar dan bersyukur. Semoga aku bisa mengambil hikmahnya.
Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula." (QS. Al-A'raf: 29)
Comments