Skip to main content

Tiga Malam di Jakarta

Minggu lalu aku training di Jakarta. Seingatku, ini pengalaman pertamaku dinas di Jakarta yang mengharuskan bermalam. Ya, kali ini aku menghabiskan tiga malam di Ibukota. Dari awal aku sengaja mencari hotel yang dekat dengan tempat acara, maklum transportasi di Ibukota kurang nyaman buatku. Jadi, jalan kaki lebih menjadi pilihan. Meski ternyata trotoar di Jakarta bukanlah trotoar yang aman dan nyaman buat pejalan kaki. Bagaimana tidak, banyak lubang di sana-sini, permukaan tidak rata, trotoar dipakai jualan oleh pedagang kaki lima bahkan pengendara sepeda motor seenaknya ikut lewat trotoar. Kalau sudah begini, nyawa jadi terancam rasanya. Hiks hiks.


Review Fave Hotel Wachid Hasyim
Aku menginap di Fave Hotel Wachid Hasyim, yang berada dalam jaringan Aston. Letaknya 350m dari Sarinah Building, tempat aku training. Hotelnya tidak terlalu besar, seperti budget hotel pada umumnya. Tapi bersih dan nyaman. Proses check in berjalan cepat, tamu diharuskan memberikan deposit sebesar dua ratus ribu rupiah, bisa cash atau dengan kartu.

Aku dapat kamar di lantai dua, depan lift jadi suka dengar suara bersisik orang keluar masuk lift. Kamar di sini dalam balutan nuansa pink, berasa girly. Hehehe. Amenities yang disiapkan hotel ada pasta gigi, sikat gigi, sabun mandi dan sabun cuci tangan. Sadly, aku nggak menemukan tissue sama sekali di kamar. Untuk wifi dari kamar putus nyambung, kalau di lobby atau restoran baru lancar.


Sarapan yang disiapkan termasuk sederhana. Set menu (nasi, sayur, dan lauk), bubur ayam, roti, sereal, buah, teh kopi, olahan telur (omelette, scramble atau sunny side up) dan susu. Hari pertama set menunya nasi uduk, hari kedua nasi dan sop, hari ketiga nasi kuning. Aku tidak tertarik sama set menu, dan lebih memilih bubur ayam ditambah olahan telur.



Kesigapan petugas hotel di restoran perlu ditingkatkan, karena ketika salah satu makanan atau peralatan makan habis, perlu waktu yang lama untuk menyiapkannya lagi. Waktu itu aku nungguin lama ketika hendak minum karena gelasnya habis. Lain waktu, aku datang ke resto jam 7, bubur ayamnya belum siap. Menunya yang disajikan lho nggak banyak, tapi kok sampai telat begitu. Padahal kan jam makan pagi dimulai sejak jam enam, artinya sudah satu jam berlalu tapi makanan belum semuanya siap.


Wisata Kuliner di Jakarta
Cuaca di Jakarta tidak bisa ditebak, sama seperti di Surabaya. Jadi niat untuk kulineran tidak begitu menggelora. Namun kemarin sempat mencoba Nasi Uduk dan Soto Betawi.

Nasi Uduk beli di Kedai Nasi Uduk Zainal Fanani, letaknya tak jauh dari hotel yaitu di Jalan Kebong Kacang. Kebon Kacang dikenal sebagi pusat nasi uduk di Jakarta. Aku ke sana ditemani oleh Kusdiana, teman di IOP dulu yang sekarang kerja di Jakarta. Kedai ini selalu ramai di jam makan. Karena aku datang sudah jam delapan malam, maka sudah tidak terlalu ramai.


Nasi uduknya dalam porsi kecil, jadi sebaiknya jangan sungkan nambah kalau tidak mau kelaparan. Hadir dengan dibungkus daun pisang dan dilengkapi taburan bawang goreng, rasa gurihnya pas. Untuk lauk aku memilih udang goreng. Sambal yang tersedia ada sambal bajak dan sambal kacang. Sayangnya, sambalnya kurang pedas untuk lidaku. Pilihan lauk yang tersedia adalah ayam goreng, empal, udang, tahu, tempe dan jerohan sapi. Bisa juga pesan lalapan, kerupuk, emping dan asinan untuk meramaikan suasana. Makan berdua plus minuman habis sekitar seratus ribuan.


Kuliner kedua yang aku coba adalah Soto Betawi Bang Japri yang terletak di food court Sarinah Building. 


Alhamdulillah pilihanku tidak salah. Dagingnya empuk, bumbunya berasa tapi tidak membuat eneg. Semangkuk soto tanpa nasi, hadir ditemani emping belinjo dan potongan tomat. Makanan hangat  dan pedas memang cocok dimakan saat gerimis.


Sebenarnya pengen ke Jalan Sabang yang dikenal sebagai sentral kuliner di seputaran Thamrin. Tapi apa daya cuaca tidak mendukung. Jadi aku memilih cari makan di jalan searah dari Sarinah ke hotel saja. Pernah juga beli makan di McD karena hujan mulai deras. Tapi tak mengapa, hikmahnya aku bisa me time di hotel dengan membaca buku, hobi lama yang jarang aku lakukan akhir-akhir ini karena alasan kesibukkan. Alhamdulillah buku Hujan karya Tere Liye tertamatkan.

Oiya, kemarin juga sempat ketemuan dengan Mbak Ria, teman seperjuangan sekosan waktu kuliah dulu. So happy. Yang paling menyenangkan dari perjalanan dinas adalah bisa ketemuan sama teman yang, mungkin, sudah lama tidak bertemu.

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Pupuk

Nasi Pupuk adalah Nasi Campur khas Madiun. Biasa ada di resepsi perkawinan dengan konsep tradisional, bukan prasmanan. Makanya biasa juga disebut Nasi Manten. Isinya adalah sambal goreng (bisa sambel goreng kentang, krecek, ati, daging, atau printil), opor ayam (bisa juga diganti opor telur), acar mentah dan krupuk udang. Berhubung sudah lama tidak ke mantenan tradisional, jadi aku sudah lama banget tidak menikmatinya. So, membuat sendirilah pilihannya. Soalnya tidak ada mantenan dalam waktu dekat juga. Hehehe. Alhamdulillah bisa makan dengan puas :) Happy cooking, happy eating.

Cerita Tentang Pesawat Terbang

To invent an airplane is nothing.  To build one is something.  But to fly is everything.  (Otto Lilienthal) Naik pesawat terbang buat sebagian orang adalah makanan sehari-hari. Surabaya - Jakarta bisa PP dalam sehari, lalu esoknya terbang ke kota lainnya lagi. Tapi, bagi sebagian orang naik pesawat terbang adalah kemewahan, atau malah masih sekedar harapan. Aku ingat betul, ketika aku masih kecil, sumuran anak taman kanak-kanak, aku punya cita-cita naik pesawat. Setiap kali ada pesawat terbang melintas, aku mendongakkan kepala dan melambaikan tangan.  Seusai ritual itu, aku akan bertanya "Bu, kapan aku bisa naik pesawat". "Nanti kalau kamu sudah besar, belajar yang rajin ya", jawab Ibu. Pada saat itu aku cuma mengangguk, tidak menanyakan lebih lanjut apa hubungan antara naik pesawat dengan rajin belajar. Yang pasti, mimpi itu tetap terpatri. Ketika usiaku semakin bertambah, aku menjadi lebih paham bahwa sebenarnya naik pesawat tidak masuk

[Review] Urban Wagyu: Makan Steak di Rumah

tenderloin steak rib eye steak Sejak kapan itu pengen makan steak, cuma suami keluar kota terus. Lalu, lihat feed IG kok nemu steak yang bisa delivery. Tergodalah aku untuk ikut beli di  @urbanwagyu . Mereka adalah steak house yang melayani delivery order saja, karena untuk sementara belum ada restonya. "Wah, seru nih  bisa makan steak di rumah", pikirku. Pesananku: rib eye well done, mashed potato, mixed vegies, extra grilled baby potato dg mushroom sauce. Sedangkan pesanan suami: tenderloin well done, french fries, mix vegies dengan black pepper sauce. Pesanan kami datang dengan kemasan box cokelat ala pizza dengan keterangan tentang detail pesanan di salah satu sisinya. Dagingnya dibungkus alumunium foil, saus dibungkus cup plastik dan diberikan peralatan makan dari plastik  dan dilengkapi dengan saus tomat dan sambal sachet. Reviewnya sebagai berikut: Dagingnya empuk banget, bisa dipotong dengan peralatan makan plastik. Lembut dan